Pages

Labels

Minggu, 04 November 2012

Kontak pertama antara Islam dan ilmu-pengetahuan serta falsafat Yunani


Alexander Yang Agung mengalahkan Darius ditahun 331 S.I di Arbela (sebelah timur Tigris). Alexander datang dengan tidak menghacurkan peradaan dan kebudayaan Persia, tetapi sebaliknya ia berusaha untuk menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia. Ia sendiri sudah mulai berpakaian Persia  dan orang-orang Persia banyak yang diangkatnya menjadi pengiring-pengiringnya. Ia kawin dengan Statira, anak Darius dan pada waktu itu juga 24 dari jendral-jendralnya dan 10.000 prajurit kawin atas anjurannya dengan wanita-wanita Persia di Susa. Selain dari mengadakan hubungan-hubungan perkawianan ia dirikan pula kota-kota dan koloni-koloni yang penduduknya diatur begitu rupa sehingga terdiri dari dua golongan Yunani dan Persia.

Setelah Alexander meninggal, kerajaan yang besar itu terbagi tiga : Macedonia di Eropa, Kerajaan Ptolemeus di Mesir dengan Alexandria sebagai Ibu Kota dan kerajaan Seleucid (Seleucus) di Asia dengan Kota-kota penting Antioch di Siria, Seleucia di Mesopotamia dan Bactra di Persi sebelah Timur.

Ptolemeus dan Seleucus berusaha meneruskan politik Alexander untuk menyatukan kedua peradaban Yunani dan Iran. Sungguhpun usaha itu tidak berhasil, kebudayaan dan peradaban Yunani meninggalkan bekas besar di daerah-daerah ini. bahasa administrasi yang dipakai di sana ialah bahasa Yunani. Di Mesir dan Syria bahasa ini tetap dipakai sesudah masuknya Islam ke dalam dua daerah itu dan hanya ditukar dengan bahasa Arab, baru di abad ke VII M. oleh Khalifah Bani Umayyah A. Malik Ibn Marwan (685-705M), Khalifah ke V dari Bani Umayyah. Alexandria, Antioch dan Bactra kemudian menjadi pusat ilmu pengetahuan dan falsafat Yunani. Di abad III M, pusat-pusat kebudayaan Yunani ini ditambah dengan Kota Judishapur yang letaknya tidak jauh dari Bagdad (didirikan tahun 762 M). Di sana sewaktu kota itu masuk ke bawah kekuasaan Islam, telah terdapat suatu akademik dan rumah sakit. Di ketika raja Bani Abbas al-Mansur sakit di tahun 765 M. atas nasehat menterinya Khalid Ibn Barmak sendiri berasal dari Bactra. Keluarga Barmak dikenal sebagai keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan serta falsafat dan condong pada paha-paham Mu’tazilah.

Harun Ar-Rasyid menajdi Khalifah di tahun 786 M, dan sebelum ia belajar di Persia di bawah asuhan Yahya Ibn Khalid Ibn Barmak dan dengan demikian banyak dipengaruhi oelh kegemaran keluarga Barmak pada ilmu-pengetahuan dan falsafat. Di bawah pemerintahan Harun Ar-Rasyid penterjemahan buku-buku ilmu pengetahuan Yunani ke dalam bahasa Arab pun dimulai. Orang-orang dikirim ke Kerajaan Romawi di Eropa untuk membeli manuscripts. Pada mulanya yang dipentingkan ialah buku-buku mengenai kedokteran tetapi kemudian juga mengenal ilmu pengetahuan lain dan falsafat. Buku-buku itu terlebuh dahulu diterjemahkan ke dalam bahasa Siriac, bahasa ilmu pengetahuan di Mesopotamia di waktu itu kemudian baru kedalam bahasa Arab. Akhirnya penterjemahan diadakan langsung ke dalam bahasa Arab.

Penterjemahan-penterjemahan termasyhur dari zaman itu antara lain adalah :

  1.    Hunayn Ibn Ishaq (w. 873 M), seorang Kristen, yang pandai berbahasa Arab dan Yunani (pernah berkunjung ke Yunani). Ia terjemahkan 20 buku Galen ke dalam bahasa Siria dann 14 buku lain ke dalam bahasa Arab. Menurut keterangan, Hunayn mempunyai 90 pembantu dan murid dalam kegiatan penterjemahan ini.
  2. 2.      Anak Hunayn bernama Ishaq (w. 910 M)
  3. 3.      Thabit Ibn Qurra (825-901 M), seorang penyembah bintang.
  4. 4.      Qusta Ibn Luqa, seorang Kristen.
  5. 5.      Hubaysh, kemenakan Hunayn.
  6. 6.      Abu Bishr Matta Ibn Yunus (w. 939 M), juga seorang Kristen.
Dengan kegiatan penterjemahan ini, sebahagian besar dari karangan-karangan Aritoteles, sebahagian tertentu dari karangan-karangan Palto serta karangan-karang mengenai neo-Platonisme, sebahagian besar dari karangan-karangan Galen serta karangan-karangan mengenai ilmu pengetahuan kedokteran lainnya, dan juga karangan-karangan mengenai ilmu pengetahuan Yunani lainnya dapatlah dibaca oleh alim-ulama Islam. karangan-karangan tentang falsafat banyak menarik kaum Mu’tazilah, sehingga mereka banyak dipengaruhi pemujaan akal yang terdapat dalam Falsafat Yunani. Abu al-Huzail al-Allaf, Ibrahim al-Nazzam, Bishr Ibn al-Mu’tamir dan lain-lain banyak membaca buku-buku falsafat. Dalam bahasa mereka mengenai teologi Islam, daya akal atau logika mereka jumpai dalam falsafat Yunani banyak mereka pakai. Tidak mengherankan kalau Theologi kaum Mu’tazilah mempunyai corak rasionil dan Liberal.

Tidak lama kemudia timbullah di kalangan Umat Islam sendiri filosof-filosof dan ahli-ahli ilmu-pengetahuan, terutama dalam ilmu kedokteran, seperti Abul Abbasd al-Sarkasyi (abad ke-9 M), Al-Razi (abad ke-10 M) dan lain-lain. Filosof Islam yang pertama, muncul di abad ke-9 M dalam diri al-Kindi, untuk diikuti oleh filosof-filosof yang lain seperti al-Razi, al-Farabi, Ibn Sina dan lain-lain. Filosof-filosof ini banyak dipengaruhi oelh pemikiran filosof-folosof Yunani, terutama Aristoteles, Plato dan Plotinus.

Dalam lapangan ilmu-pengetahuan dikenallah ahli-ahli seperti Muhammad, Ahmad, Hasan, keetiga-tiganya ahli matematika, al-Asma,  (740-828 M) yang mengarang buku tentang pengetahuan alam, Jabir dalam bidang kimia, al-Biruni dalam bidang astronomi, geografi, sejarah dan matematika, Ibn al-Haitham dalam bidang optika dan lain-lain.  

Dr. Harun Nasution, Falsafat dan Misistisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1978, Cet II, Hal : 10-13. 

0 komentar:

Posting Komentar